“Hanya sebatas cerita bisa membimbing
kita melewati jenjang tantangan yang lebih kritis”.
Hari ini 05 februari 2014 telah kita sama-sama menyaksikan tercorengnnya sebuah misionaris perkumpulan yang telah sama-sama kita dirikan beberapa tahun silam. Di bilang kesalahan, bukan kesalahan yang dimaksudkan pada konteks ini. Semuanya terjadi karena ada unsure sengaja. Di mata public kita sengaja menggadaikan harga diri perkumpulan kita yang bernilai beberapa waktu lalu.
Mungkin sebagian yang menganggap ini biasa-biasa saja, namun tidak bagi peribadi yang hina dan kecil ini. Takut kerana seperti sebelumnya telah aku ungkapkan kepada sebuah acara pelantikan dan pengukuhan organisasi kemahasiswaan ditingkat fakultas (Bem Fekon 2012-2013) bahwa di seribu mata yang tertuju bisa menggiring kita kepada kehinaan dan dapat mencederai nilai-nilai aktifitas yang telah kita lakukan sama-sama sebelumnya karena faktor malu seperti yang saya sebutkan sebelumnya.
Aku sendiiri tak pernah sadari jika ini adalah kesalahan yang nantinya tidak memiliki metode untuk merubah kondisi ini maka yakin jelas bahwa sebuah kehancuran akan menanti kita di ujung jalan cita-cita kebersamaan ini. Hanya bisa melihat dan menyaksikan segala bentuk kehancuran yang mungkin kecil ini merongrong citra kita. Citra berbuat, melangkah dan berusaha bersama. Begitu juga nama baik ataupun titah perjuangan sebagai manusia yang beradab di tengah lingkungan akademis.
Entah Tujuannya Apa?
Tak pernah merasa marah atau benci, namun telah malu pada keadaan yang satu ini. Jujur sangat malu jika kita dari hari kehari selalu saja mencoreng nama baik kita di depan public. Semua telah mengkonsumsi hal ini dan mungkin nanti akan mereka lekatkan kepada almamater gema padi. Belum lagi lahir paradigma miring dari public yang menganggap itu adalah perkumpulan abal-abal yang sengaja mengkarantina dan mendoktrin generasi baru terjun kepada hal yang sama seperti telah terjadi sekarang ini.
Dahulu kita memiliki kelemahan serta kelebihan yang semuanya itu telah kita ketahui sama-sama. Namun itu ternyata telah di umbar di tengah public. Entah tujuannya apa? Akupun takan mengerti hal yang demikian terjadi. Bukan menggurui sebenarnya, kita memiliki kualitas keilmuan, keahlian serta bakat-bakat lain yang pada prinsipnya kita saling mengaisi. Namun juga salah, ternyata segalanya itu tak ternilai sama sekali.
Bukankah janji kita telah ciptakan suasana yang beda untuk kita persembahkan kepada mata public dan teman-teman. Bahwasanya ini adalah sebuah Negara maka aku labih memilih untuk bom bunuh diri saja kerana mungkin lebih mulia dan berharga dalam daftar para pejuang. Ini bukanlah perjuangan kita yang pada substansinya saja kita telah mencoreng, ataukah anggapan bahwa ini adalah perkumpulan yang abal-abal atau abangan. Aku sendiri tidak mau lekatkan idenitas itu kepada masing-masing individu yang turut merasakan suka cita dalam sebuah perkumpulan yang sudah terlanjur di bentuk ini.
Aku tetap mengakui dan maklumi ini sebagai sebuah kekhilafan dari masing-masing kita. Dititik ini kesadaran aku muai menguatkan asumsi yang belum tentu benar bahwa ini ansih merupakan kesalah. Jika hati ini menentu, maka sejauh ini mungkin aku lebih mengikhlaskan melangkan atau ikhlaskan hati untuk tetap menemani perhimpunan dan kebersamaan yang berujung hancur ini.
Kibarkan Panji Pengabdian !
Semua pada awalnya memberikan kita dampak yang baik, namun inikah yang disebut sebagai cobaan yang telah kita lihat di depan mata kita. Kesanggupan aku secara pribadi mungkin telah melukai para individu dalam sebuah perkumpulan yang kecil ini. Ataukah aku yang lebih salah dalam mengawal dan mengajak mereka para individu untuk tetap berjuang mengibarkan panji pengabdian di lingkungan social. Sedangkan titah ini, yang kita saksikan sama-sama telah tercoreng bukan saja di mata teman-teman akan tetapi melaju di mata public yang telah menyaksikan.
Mau dibilang apa, ataukah diantara kita telah ada kebencian dan ketidak terbukaan kita untuk tetap menjunjung keakraban dan kebersamaan? Atau jangan sampai kita masih memiliki dendam pribadi yang masing-masing kita menyimpan dalam-dalam dan terjepit bersama emosi dan akhirnya meluap menjadikan kita berbeda. Karena selama ini aku merasa tidak membedakan satu ataupun yang lain. Semua diantara kita sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan, namun itu bukan menjadikan sebagai senjata untuk membunuh diantara sesama atau saling menerkam singa dalam satu kandangnya.
Walau Hanya Sedetik
Perjalanan kita sudah terlalu jauh untuk kembali ke tempat semula, secara lebih hormat seribu kata maaf aku utarakan untuk semua individu yang ada didalam perkumpulan ini. Jika kesalahan baik tindakan dan kata-kata yang keluar dari mulut baik sengaja ataupun tidak. Aku mengakui bahwa itu adalah kesalahan. Namun aku memohon jangan sudutkan cara itu, terlalu keras dan sadis di bandingkan kalian gantungkan kepalaku setelah di penggal dengan pedang kebencian kalian. Aku masih merasa bangga. Tetapi bercampur khawatir dan rasa tidak sanggup lagi untuk terus berdiri bersama dengan semua untuk melangkah meraih mimpi kita, mimpi semua dan mimpi masa depan yang besar dan bermakna. Bukan seperti ini caranya untuk membunuh. Secara tidak langsung dan tanpa disadari aku lebih menyesal telah melakukan kesalahan karena tidak mampu membimgbing atau memberi arahan untuk berbuat dan mengangkat titah perjuangan kita sebagi generasi pengabdi yang berkualitas.
Coba kita tengok lagi kebelakang walau hanya sedetik untuk tetap merenungi betapa sulitnya membentuk perhimpunan atau perkumpulan ini. Aku tak pernah meragukan kualitas kelebihan dan juga kreativitas yang kalian miliki. Namun aku jadi bingung ditengah jalan ini. Kenapa semuanya mengarah kepa kehancuran, dari tingkah, sikap dan karakter kita yang dahulunya telah di perhitungkan. Sekarang satu menit semua yang aku sebutkan itu dapat ditiupkan angin karena titah telah patah di tengah perjalanan.
Posting Komentar