Abstrak
Sejak memasuki era milenium
perkembangan dunia di bidang teknologi
berjalan dengan akselerasi yang tinggi. Beberapa negara-negara yang dulunya sejajar baik
dibidang perekonomian maupun industri sekarang tertinggal dengan negara lainnya. Kemajuan yang cepat
disebabkan oleh penguasaan teknologi dengan baik sehingga mampu bersaing secara
global. Penguasaan teknologi tidak terpisahkan
dari kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas yang sangat
dipengaruhi oleh pendidikan dan kemampuan di bidang ekonomi sebagai penunjang.
Untuk menunjang daya saing diperlukan identifikasi dan internalisasi sikap kerja dalam mendorong
daya saing bangsa.
I.PENDAHULUAN
A. Pengertian
dan Konsepsi Dasar Daya Saing
Pemahaman terhadap suatu istilah dengan berlandaskan ilmu pengetahuan dan
sumber yang benar akan mengarahkan pemahaman yang benar terhadap istilah itu
sendiri. Menurut (http://kamusbahasaindonesia.org. diunduh Januari 2012), daya saing, adalah kemampuan makhluk hidup
untuk dapat tumbuh (berkembang) secara normal di antara makhluk hidup lainnya
sebagai pesaing dalam satu habitat (dalam satu bidang usaha dan sebagainya)
Berdasarkan pemahaman tersebut pengertian daya saing dalam konteks kondisi
kekinian menggambarkan kemampuan bangsa-bangsa dalam menghadapi tantangan dalam berbagai dimensi kehidupan. Semakin tinggi kemampuan daya saing suatu
bangsa, semakin unggul bangsa tersebut dalam menghadapi persaingan dengan
bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki
sumberdaya alam yang sangat kaya dan dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia, sudah sepatutnya
meningkatkan kemampuan di segala bidang untuk meningkatkan daya saing dengan
bangsa-bangsa lainnya.
B. Pengertian
persaingan
Berbeda dengan daya saing, istilah persaingan menurut
yang dikutip dari (http://kamusbahasaindonesia.org) berarti usaha
memperlihatkan keunggulan masing-masing yg dilakukan oleh perseorangan
(perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi, persenjataan, dsb. Makna persaingan bisa berarti positif dan
bisa berarti negatif.
Persaingan
dalam arti positif menggambarkan
keunggulan suatu individu, korporasi ataupun bangsa dengan memanfaatkan segala
kemampuan yang dimilikinya untuk menghasilkan sesuatu sehingga
melebihi dari apa yang dapat dilakukan oleh individu, korporasi maupun
bangsa lainnya. Artinya kemampuan yang digunakan tidak mengganggu tatatanan
dari pesaingnya.
Sedangkan
persaingan dalam arti negatif lebih cenderung untuk mencari kelemahan lawan
dari pesaingnya dengan berbagai cara
yang tidak sportif sehingga lawannya mengalami kendala atau kegagalan dalam
mencapai tujuannya. Persaingan dalam arti negatif merupakan keadaan yang dapat
kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Persaingan negatif dalam sebuah
kompetisi selalu menunjukkan ketidaksiapan seseorang atau organisasi untuk menerima
kekalahan dari saingannya dengan berbagai cara, dengan harapan kompetisi dapat
diulang kembali agar dapat dimenangkannya.
Persaingan
dalam bahasa asing (Inggris) adalah competition.
Istilah asing ini sudah diadopsi menjadi
bahasa Indonesia dengan istilah kompetisi. Kompetisi adalah kata
kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan
objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against
(melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan
hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Kompetisi dalam
istilah biologi berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan
kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi
menjadi: (1) Kompetisi teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan
wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan
kompetisi selanjutnya. (2).Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk
memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan. Kompetisi
juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal adalah kompetisi pada
organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah
kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat
positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat
negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam
ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi ledakan
populasi hewan yang berkompetisi.
Memahami
Kompetisi sebagai persaingan harus dilakukan secara bijkasana. Walaupun dalam
kenyataanya bahwa persaingan juga terjadi di ranah pemerintahan baik internal
maupun ekternal, namun persaingan harus diarahkan untuk meningkatkan daya saing
aparatur. Persaingan harus ditujukan kearah positif yang akan memicu
peningkatan kemampuan baik individu maupun kelompok.
II.GLOBALISASI
- Pengertian Globalisasi
Perkembangan teknologi
elektronik dan satelit telah
menghantarkan kondisi bangsa-bangsa di dunia
seperti bergerak dengan kecepatan tinggi dan tanpa batas. Informasi yang
dua puluh tahun lalu memerlukan proses berhari-hari untuk sampai dari satu negara ke negara lain, kini hanya memerlukan waktu
beberapa menit atau mungkin hanya beberapa detik saja. Seakan- akan dunia ini
hampir tidak memiliki batas, dunia seperti menciut, mengecil, jarak dan waktu
menjadi sangat pendek dan singkat.
Keadaan tersebut diistilahkan sebagai globalisasi.
Pengertian Global menurut (http://kamusbahasaindonesia.org) berarti (1) secara umum
dan keseluruhan; secara bulat; secara garis besar; (2) bersangkut paut,
mengenai, meliputi seluruh dunia.
Dengan
menghubungkan kedua pengertian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa globalisasi adalah sebuah
fenomena kompleks, yang meliputi berbagai macam kecenderungan dan tren di
bidang ekonomi, social, budaya dan teknologi yang terjadi secara umum di
seluruh dunia yang dapat melibatkan beberapa rangkaian kejadian dan penyebab
kejadian baik dalam waktu yang singkat
maupun dalam waktu yang berkesinambungan. Beberapa contoh yang berkaitan dengan
golbalisasi
1. Prakarsa
Indonesia untuk membentuk pasukan perdamaian negara-negara ASEAN yang didasari semangat
untuk menciptakan stabilitas dan keamanan Asia Tenggara, kabarnya ditolak oleh
Thailand, Singapore dan Filipina karena dinilai tidak sesuai dengan kepentingan
Amerika Serikat. Untuk kongkretnya, bisa merugikan hubungan bilateral Amerika
Serikat dalam bidang militer dan pertahanan dengan Filipina, Singapore dan
Thailand.
2. Dalam skema
global kaum Hawkish di Washington, justru menekankan betul perlunya menggalang
kekuatan militer yang efektif di kawasan Asia Tenggara untuk melawan RRC
sebagai pesaing potensialnya di masa depan, maka prinsip non-blok dalam
menciptakan sistem keamanan dan pertahanan di Asia Tenggara, dipandang oleh
kaum Hawkish sebagai gagasan dan langkah strategis yang tidak
menguntungkan skema hegemoni global Amerika.
- Perkembangan Globalisasi
Dalam era globalisasi sekarang ini semua bangsa
akan dihadapkan pada berbagai macam tantangan yang serius dan amat mendasar,
utamanya berkaitan dengan kompetisi yang berdimensi global. Kompetisi global
tersebut mensyaratkan tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas dan
berwawasan keunggulan. Sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan
keunggulan itu merupakan faktor determinan dalam persaingan antarbangsa. Dalam
era globalisasi dapat dipastikan akan terjadi perubahan-perubahan mendasar di
berbagai segi kehidupan yang gejalanya sudah mulai nampak dan telah dapat kita
rasakan sekarang ini.
Perubahan lingkungan strategis yang ditandai oleh
kecenderungan globalisasi yang berlangsung secara intensif, akseleratif,
melanda semua bangsa di dunia. Proses globalisasi serupa itu dipacu oleh
kemajuan di bidang teknologi informasi, transportasi, dan perdagangan bebas.
Proses tersebut membawa dampak langsung terhadap berbagai bidang kehidupan,
bukan saja ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik.
Karena globalisasi digerakkan oleh dua kekuatan utama
yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing itu akan sangat bergantung
pada (1) kemampuan kita untuk menguasai teknologi dengan basis ilmu pengetahuan
yang kuat, dan (2) kemampuan kita dalam membangun kelembagaan ekonomi yang
efisien.
Kedua hal tersebut secara imperatif menjadi faktor yang
menentukan dalam usaha memenangkan kompetisi global. Dengan demikian, upaya
untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan
agenda pembangunan di masa depan, yang teramat penting dan mendesak untuk
mendapatkan prioritas. Globalisasi juga akan mengakibatkan perubahan dalam
aspek sosial budaya. Pergaulan antarbangsa dalam era globalisasi ini
menyebabkan terjadinya interaksi dan persentuhan nilai-nilai budaya di antara
berbagai bangsa yang beraneka ragam yang tidak bisa dihindari. Melalui
interaksi tersebut akan terbuka peluang untuk saling menyerap nilai-nilai
budaya asing antara satu dengan yang lainnya, sehingga terjadi proses adaptasi
nilai-nilai budaya yang dibawa oleh masing-masing bangsa.
Adaptasi budaya asing tersebut bisa bermakna negatif dan
positif sekaligus. Ia akan bermakna negatif bilamana masyarakat Indonesia hanya
menyerap nilai-nilai budaya asing yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya
bangsa sendiri. Kecenderungan sikap materialistik, konsumeristik, hedonistik,
individualistik, atau sekularistik adalah contoh yang negatif. Untuk
menghadapinya, kita perlu memperkuat jati diri sebagai bangsa dan memperkukuh
etika dan landasan moralitas masyarakat. Di pihak lain, adaptasi juga bisa
bermakna positif bila mendorong masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengejar
kemajuan. Misalnya etos kerja, semangat berkompetisi, sikap kemandirian,
disiplin, penghargaan terhadap waktu dan sebagainya.
Dalam era globalisasi juga ada potensi melemahnya
keutuhan negara terutama bagi negara-negara yang dibentuk atas dasar ikatan
primordial seperti etnik dan agama. Bahkan John Naisbitt membuat sinyalemen
bahwa masa depan negara-bangsa yang dibentuk atas dasar kesatuan berbagai macam
etnik itu sangat mungkin akan memudar, mengalami disintegrasi, dan kemudian
akan kembali kepada identitas primordial semula. Dalam bahasa Naisbitt,
tribalisme itu akan berkembang ketika nasionalisme (baca: negara-bangsa)
dianggap tidak penting lagi. Dalam konteks Indonesia, sebagai negara-bangsa
yang sangat majemuk baik dari segi etnis, agama, budaya, dan adat istiadat,
tentu saja masalah ini tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, semua elemen
sosial yang ikut membentuk negara kesatuan RI dituntut untuk berupaya
memperkuat dan mengukukuhkan keutuhan bangsa ini
III.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DAYA SAING
Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing baik antar individu, organisasi atau negara, antara
lain: faktor sumber daya alam, faktor
sumber daya manusia, faktor sumber daya buatan, faktor letak strategis suatu
tempat atau Negara, faktor ekonomi, dan sebagainya. Berikut ini akan kita
bicarakan dua faktor penting yang paling
mempengaruhi daya saing bangsa-bangsa di dunia.
- Faktor Pendidikan (SDM)
Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pengalaman negara-negara
Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura membuktikan
kebenaran hal tersebut. Kelima negara yang disebut menandakan “Kebangkitan
Ekonomi Asia” itu, telah berhasil mendorong kemajuan ekonomi mereka secara
spektakuler dan mengagumkan. Tumpuan kemajuan mereka bukanlah kekayaan alam
yang melimpah, melainkan pada kualitas sumber daya manusianya. (Kartasasmita,
1997)
Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan
iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Memberikan
prioritas utama terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia, terutama
harus difokuskan pada upaya memperkuat basis pendidikan. Hal ini penting, sebab
investasi human capital niscaya akan berdampak besar terhadap
pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Faktor keberhasilan dalam membangun
basis pendidikan inilah, yang mengantarkan negara-negara di kawasan Asia Timur
muncul menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat itu. Lompatan ekonomi itu
digambarkan oleh Bank Dunia sebagai the East Asian Miracle - keajaiban
negara-negara Asia Timur. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara amat
mengesankan di negara-negara yang disebut “Macan Asia” itu, justru dikarenakan
mereka berhasil dalam investasi human capital-nya. Sekarang ini kemampuan bersaing suatu negara tidak lagi semata-mata
ditentukan oleh keunggulan komparatif yang didasarkan pada pemilikan sumber
daya alam dan ketersediaan tenaga kerja murah, melainkan ditentukan oleh
penguasaan teknologi, informasi, dan keahlian manajerial. (Kartasasmita, 1997).
Bersamaan dengan itu harus disertai pula dengan kesiapan sumber daya manusia
dan institusi-institusi pembangunan, untuk menyerap dan memanfaatkan iptek yang
telah berkembang baik di dalam negeri sendiri maupun di negara lain. Peran
iptek itu menjadi lebih penting lagi bila dikaitkan dengan proses
industrialisasi. Kembali proses industrialisai itu mensyaratkan adanya SDM-SDM
unggul yang menguasai iptek. Dalam hal ini, bangsa kita masih menghadapi
masalah yang serius mengingat adanya ketidakseimbangan komposisi dalam disiplin
sains dan teknologi dan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ketidakseimbangan
tersebut cukup mencolok.
- Faktor Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, globalisasi ditandai oleh
perdagangan bebas yang makin tidak mengenal sekat-sekat negara dan melibatkan
semua bangsa di dunia. Dalam suasana itu niscaya akan terjadi kompetisi yang
amat ketat, tajam, dan cenderung saling mengalahkan antara satu bangsa terhadap
bangsa lainnya. Dari segi kepentingan ekonomi, globalisasi itu menciptakan
peluang pasar yang besar. Karena itu, semua bangsa berkepentingan untuk bisa
memanfaatkan peluang pasar yang terbuka lebar tersebut.
Kalau kita perhatikan dan bandingkan dengan Negara-negara
lain di dunia, Indonesia memiliki kekayaan alam yang hampir tak tertandingi.
Flora dan fauna yang paling beragam ditambah sumber daya mineral, panas bumi dan sumber energi fosil yang sangat banyak
serta letak geografis yang sangat strategis. Hampir tidak ada alasan bagi
bangsa Indonesia untuk menyandang gelar sebagai Negara yang masih memiliki
jumlah orang-orang miskin dan pengangguran yang cukup banyak.
Bagi bangsa Indonesia, permasalahan utamanya justru
terletak pada kesiapan kita dalam memanfaatkan peluang dan memenangkan
persaingan. Kunci keberhasilannya terletak pada daya saing bangsa. Seperti
diterangkan sebelumnya bahwa globalisasi digerakkan oleh dua kekuatan utama
yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing itu akan sangat bergantung
pada kemampuan kita untuk menguasai teknologi dengan basis ilmu pengetahuan
yang kuat, dan kemampuan kita dalam membangun kelembagaan ekonomi yang efisien.
IV. SIKAP KERJA DALAM MENDORONG DAYA
SAING BANGSA
Tata kelola
pemerintahan yang baik merupakan elemen kunci dalam proses pembangunan Negara-negara
di dunia. Negara sebagai pelindung, pembina, pelayan dan mitra dengan
masyarakat sipil dan sektor swasta, memiliki peran yang sangat besar dalam upaya perdamaian, kebebasan yang bertanggungjawab,
keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan.
Amanat dari pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:…………… untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa , dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,….. merupakan panduan arah bagi pembanggunan Indonesia seutuhnya.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam menghadapi perkembangan globalisasi, PNS
sebagai abdi Negara dan pelayan masyarakat harus memiliki sikap kerja dalam mendorong daya saing bangsa.
- Identifikasi Sikap Kerja dalam Mendorong Daya Saing
Bangsa
Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan meningkatkan daya saing bangsa
proses pengelolaan sumber daya manusia menjadi hal yang begitu penting dalam
mencapai peningkatan kinerja yang ditunjukan dengan kemampuan PNS untuk
mencapai kinerja standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. Faktor-faktor
penilaian kinerja meliputi, mutu kerja, yaitu tingkat ketelitian karyawan dalam
menyelesaikan tugas atau pekerjaan, kuantitas kerja, yang diukur dari tingkat
ketepatan PNS dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Ketangguhan, diukur
dari tingkat kedisiplinan pegawai dalam
menyelesaikan tugas atau pekerjaan, dan sikap, diukur dari tingkat kemauan
karyawan untuk bekerjasama dengan rekan kerja. Dengan demikian organisai pemerintah yang umumnya dijalankan
oleh PNS harus memiliki kompetensi
sebagai pegawai yang bermutu, teliti,
terukur dan transparan dalam menyelesaikan berbagai tugas kenegaraan.
- Internalisasi Sikap Kerja dalam Mendorong Daya Saing
Bangsa
Secara epistimologi Internalisasi
berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam atau di
dalam. Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau
nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau
nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008).
Internalisasi sikap PNS dalam menghadapi
persaingan di era globalisasi adalah dengan melakukan tugas secara profesional
dalam melayani masyarakat mengikuti aturan dan norma yang berlaku dan yang
telah ditetapkan. Aturan yang dimaksud
antara lain sebagaimana seperti
yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan PP Nomor 21 tahun 1975 tentang sumpah
dan janji PNS dan PP Nomor 30 tahun 1980 tentang disipiln Pegawai Kewajiban dan
Larangan Bagi bagi PNS yang terdiri dari 26 butir kewajiban dan 18 butir
larangan.
Sebagai abdi Negara dan pelayan masyarakat, PNS memiliki tanggungjawab dalam sistem penyelengaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 43 Tahun
2000:
1. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945. Negara dan Pemerintah;
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia,
3. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadarya
dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab
4. Menyimpan rahasia jabatan
- Sikap kerja dalam mendorong daya saing bangsa
Sikap kerja merupakan implementasi dari budaya kerja. Budaya
Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu
kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat,
pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja (Gering Supriyadi, 2011).
Budaya kerja adalah cermin dari sikap kerja para pekerja dalam mentaati
aturan-aturan organisasi yang telah ditetapkan.
Dalam menghadapi era globalisasi beberapa sikap kerja yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan penerapan budaya kerja yang
baik. Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM
yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai
tantangan di masa yang akan datang. Salah satu indikator utama untuk memastikan bahwa
manfaat dari globalisasi yang tersebar merata dalam sebuah negara adalah tata
pemerintahan yang baik, termasuk administrasi publik yang efisien dan efektif.
Hal ini tercermin dalam sikap kerja yang dilakukan sehari-hari.
Manfaat dari
penerapan Budaya Kerja dalam membentuk sikap kerja yang baik, antara lain:
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll
Dengan menerapkan sikap kerja yang dapat mendorong daya saing bangsa PNS
diharapkan akan mampu melaksanakan aktifitas pelayanan dan pengabdian kepada
bangsa dan negara secara secara baik dan benar serta mampu meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghadapi era globalisai sekarang ini dan diwaktu yang akan
datang.
V. Penutup
Indonesia dalam
menghadapi persaingan global menghadapi
berbagai tantangan percepatan kemajuan teknologi. Kemampuan dalam
menghadapi persoalan tersebut sangat
dipengaruhi oleh penguasaan sumber daya manusia dalam hal teknologi yang ditunjang oleh kemampuan
ekonomi negara. Untuk mendorong daya saing bangsa diperlukan identifikasi,
internalisasi dan sikap kerja dalam mengahadapi persaingan bangsa. Beberapa sikap kerja yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan penerapan budaya kerja yang baik.
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang
ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai
tantangan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, Karl, (1985), Pengembangan Organisasi (Terjemahan),
Bandung : Angkasa.
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaa 2008, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
Kartasasmita, Membangun
SDM Menghadapi Persaingan Antarbangsa Memasuki Abad Ke-21: Harapan pada HMI disampaikan pada HUT Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-50, makalah. (1997)., Jakarta.
Penulis : Ibrahim Hamid, Widyaiswara Muda, Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatra Selatan
Posting Komentar