Ternyata Budak Batin (V1)
14 Januari 2010, kita bertemu pada sebuah perjalanan. Semacam pembinaan karakter dari diri yang masih jauh dari sentuhan yang ilmiah. Pada perjalanan itu kita melakukan segala bentuk aktifitas yang bertentangan sebagai seorang yang baru mengenal dunia pendidikan tinggi. Perdebatan-perdebatan sengit mulai pecahkan kepala kita, pikiran kita dan hati kita.
Tanpa menyentuh dan mengoreksi apakah kita datang dari suku, budaya dan tempat yang berbeda kita masih saja saling sapa dengan pertanyaan yang membingungkan. Di sana, yah di tempat dimana kegiatan kita laksanakan, terbersit di pikiranku yang masih jauh dari dewasa itu. Aku pernah menanyakan tentang keyakinanmu terhadap sesuatu yang angkau anggap sebagai sebuah dorongan untuk menjadikan dirimu lebih berharga di mata teman-teman.
Disini aku tak mau menyebut siapa sebenarnya nama dan dirimu. Yah mungkin itu, kita telah berbeda dalam setiap pandangan yang tak berujung asyik. Kau sendiri berprinsip. Bahwa hidup ini memiliki masa yang berbeda sedangkan aku lebih fokuskan pikiranku kepada apa yang telah aku alami dalam keseharianku. Perbedaan ini yang kemudian membuat mereka teman-teman kita mengklaim kita sebagai orang yang tidak waras dalam membicarakan tentang keyakinan kita masing-masing.
Ah, aku tak perlu lagi mengurai perdebatan panjang yang telah membuat kita kenal siapa sebenarnya diri kita. Diri yang kecil, hina dan mungkin juga belum punya pengalaman yang besar. Di kepalamu, isinya itu yang aku tak pernah tahu, begitu juga sebaliknya, aku berharap engkau tak akan tahu apa yang melintasi pikiranku ini. Sehingga kita telah mendapat perdebatan-perdebatan yang selanjutnya sebagai rujukan pertimbangan dan memperkaya khasanah berpikir kita sebagai individu yang selalu mencari tahu tantang hal yang baru dan telah berubah.
Kita memulainya dari belum pernah kenal sampai berakhir dengan perdebatan dan semacam kebencian masing-masing diri. Karena kita tidak mengakui perdebatan ini sebagai sebuah jargon perubahan yang besar untuk diri. Dan tek perlu takut sebelumnya. Karena aku telah sebutkan bahwa kita lahir dari lingkungan social yang berbeda pula. Berawal dari mata kita dan akhirnya kita saling kenal antara ada dan tidak ada sebelum ini.
Ada sebagian dari kita yang bahkan mengelabui perdebatan kita dan tek pernah berhenti sampai menjadikannya sebagai sebuah kompetisi yang nyata. Dan akhirnya merekapun mengakhirinya dengan perselisihan besar dan panas.
Sebelumnya aku pernaha berkata, dengan bahasa yang sederhana bahwa kita semestinya dalam hidup harus mampu merelakan yang namanya harga diri dan martabat hidup yang sudah ada. Jalan satu-satunya adalah keikhlasan secara mendalam. Bahkan aku lebih memilih tak akan mengakhiri perdebatan kita dalam hal keyakinan ini menjadi pengalaman tersendiri didunia. Namun itu tak berarti harapanku telah benar dan telah salah.
Aku berdiri ditengah sebagai pemuja kebenaran dan bukan dunia. Karena aku telah tahu bahwa dari keyakinanku ini, aku takan bisa gadaikan dengan persepsi sederhana perdebtan yang nantinya akan meruntuhkan keimanan kita. Aku bahkan mungkin bisa tanggalkan budayaku untuk memenangkan pertarungan, namun aku tak perlu lagi meragukan keyakinanku yang keliru ini. Aku tahu bahwa sebagian besar manusia di muka bumi ini hanya meyakini hal yang tak semestinya mereka yakini. Apalagi masalah keyakinan tentang ketuhanannya.
Mungkin juga engkau tahu behwa tentang keyakinan terhadap tuhan dan kepecrayaan ini kita memiliki perbedaan yang sangat besar bahkan lebih besar dari bumi yang DIA ciptakan untuk kita ini. Mengapa aku katakan demikian karena di antara sekian banyak keyakinan kita itu ada yang kemudian menjadikannya sebagai budak batin yang khas untuk di sembah. Budak batin yang aku sebut, kerena sampai pada detik ini belum ada generasi seperti kita ini yang berdebat masalah apakah kebenaran dan kebesaran yang Ilahi itu adalah hal yang tabu dan tidak bisa diperdebatkan? Atau kita hanya berdiri didalam batasan-batasan keyakinan tantang tuhan yang hadir di saat semuanya telah tiada. Itu yang menjadikan kita keliru dalam berpikir tentang keyakinan kita.
Adalagi tuhan atau keyakinan menurut para ulama, akademis, aktivis, ustad dan para guru-guru. Yang membingungkan lagi, ada juga sebagian manusia yang berdebat masalah keyakinan dari masing-masing agama. Padahal setahunya aku, agama dan keyakinan itu tidak dapat di pisahkan antara satu dengan yang lain.
Budak Iman
Jalan di tempat proses berpikir kita, sebagaimana telah kita simak dalam perdebatan tentang keyakinan terhadap tuhan dari masing-masing agama. Membuat segalanya tampak aneh. Kok tuhan di perdebatkan, inilah budaya dan tradisi manusia sebagai ciptaan yang tak pernah mengakui tuhan sebagai khaliq yang mulia. Atau keraguan telah merobek kepercayaan dan keyakinan semua umat dan menjadikan kita sebagai budak iman yang menghambah kepada keduniaan ini.
Ada banyak hal yang kita yakini sebagai penguji kualitas keimanan kita, namun kita lupa akan keberadaan tuhan yang harus di akui sebagai maha kuasa yang abadi dan akbar dari semua yang ada di muka bumi. Iman atau tidaknya seseorang bukan diukur melalui kehidupan atau kesehariannya itu. Melainkan ukuran dan kualitas yang tak dapat diukur dengan pengukur apapun dari ciptaan manusia. Kenapa tidak, ini masalah keiaman bukan masalah berat ataupun ringannya atau kuat ataupun tidak suatu barang yang dapat di ukur dengan pengukur seperti sejenis kilo atau alat ukur yang lainnya.
Anehkan bila kita mengukur keimanan kita hanya dengan ibadah dan perbuatan baiknya kita, padahal kita telah tau di antara kita sebagai umat atau ciptaan yang maha kuasa ini, memiliki keyakinan tersendiri yang dekat sekali dengan Rabbi. Dan akan pernah hilang atau tiada masalah keimanan yang telah kita bawa semenjak kaki kita menginjak tanah/lahir di bumi ini.
Akal dan Tuhan (V2)
8 agustus 2011, aku bertemu dengan banyak individu yang nyatanya telah memiliki keyakinan terhadap suatu kepercayaan atau tuhannya. Bertanya dan terus bertanya ternyata disini kita temui berbagai macam pembentukan akal atau semacam pola pikir yang domainya sangat sempit pada masalah keyakinannya terhadap tuhan. Aku masih belum selesai atau kelar berpikir tentang betapa sempitnya pemikiran ini. Yang mengklaim dirinya adalah pengikut atau benar dalam memilih agamanya? Ataukah agamanya hanya berada pada batas dimana lingkungannya dahulu telah membentukkan agamanya untuk di pegang teguh sebagai sebuah kepercayaan terhadap tuhannya. Ini cara yang sederhana setelah perdepabatn antara akal-dan akal manusia tentang keberadaan tuhan dalam hidupnya.
Bergeser telah dialog kita tentang masalah keyakinan dari tahun kemarin mungkin memberikan kita banyak pengetahuan dan kekuatan untuk meyakini sesuatu yang kita hitung dalam dunia nyata maupun ghaib sebagai tuhan kita? Ataukah tuhan hanya sebatas orang yang beragama? Atau agama yang mana yang kalian atau aku maksudkan ini. Aku sudah mendengar banyak pemberitaan tentang dialog atau seminar tantang agam dan tuhan, atau agama besar dan agama umum, begitu juga membaca tentang keyakinan agama peradaban manusia dan perkembangan umat di dunia barat dan sejenisnya. Namun aku tak pernah bertemu dengan satupun tokoh-tokoh agama yang berbicara tentang penalaran pikiran kita menjamah kepada hari yang kita yakini sebagai hari akhir. Dan tuhan yang kita maksudkan adalah tuhan yang ESA.
Aku tak perlu mengajak kalian untuk meyakini atau percaya kepada apa yang aku yakini dan percaya. Namun hanya perlu di ketahui bahwa masalah kepercayaan dan keyakinan ini hanya aku dan tuhanku yang tahu. Kalian, kamu atau semuanya tak perlu tahu. Ini yang aku sebut sebagai akal yang mampu menerima tuhannya kerana memang harus di terima. Sebagai pembuktiannya bahwa aku telah hidup kerena aku telah di hidupkan dan di berikan kebebasan memaknai tentang tuhanku. Kerena Tuhan tidak kontradiksi dengan manusia.
Bertolak dari asumsi tersebut bahwa ajaran ataupun yang menyeru terhadap keyakinan dan kepercayaan kita terhadap sang pencipta merupakan hal yang privat. Lebih kedalam lagi kita tidak bicara tentang golongan-golongan atau ideology melainkan kita bicara tentang satu umat manusia yang di tempatkan di bumi oleh yang maha kuasa. Saya rasa kita bukanlah penganut agama yang benar yang memperdebatkan tuhan dan kepercayaan kita sebagai umat manusia. Bahkan kitapun belum mampu menerjamahkan tuhan yang sesungguhnya. Karena kita tidak menyadarinyapula kita telah menerjemahkan tuhan dalam berbagai persepsi. Ini yang menjadikan kita telah keliru terhadap keyakinan kita sendiri.
Jangan bilang diantara kita banyak yang menolak membicarakan tentang keyakinan kita terhadap tuhannya masing-masing. Akhirnya kita hanya terpaku kepada cita-cita akhir kita yakni tuhan telah melarang manusia untuk berpikir tentangnya.
Tuhanmu Dan Tuhanku (V3)
1 januari 2012, engkau telah mencoret wajahku dengan dialog tentang tuhanmu yang maha pengasih. Dan apakah tuhanku dan tuhanmu sama dalam pikiranmu itu? Belum tentu sama tuhanku dengan tuhanmu di mataku.
banyak persoalan-persolan yang belum terpecahkan diantara semua dialog yang kita prakarsai beberapa tahun yang lalu. Kini aku harus mengangkatnya menjadi sebuah tema setelah vakum di wacanakan. Karena tentang keyakinan dan tuhan kita. Bukan tentang hal lain yang kacaukan akal dan pikiran kita. Alurnya kita generasi muda telah siapkan diri untuk memikirkan dan bertanya tentang keyakinan yang pada substansinya.
Aku mengakui bahwa realita selalu saja berkembang bahkan konsep kita selalu berubah-ubah untuk meyakini kita terhadap konsep-konsep sebelumnya telah di wacanakan oleh para tokoh agama dan akademis di berbagai penjuru bumi. oleh karena itulah kita akan selalu menjadi manusia yang ketinggalan. Takan pula sertakan pembicaraan atau perbincangan kita tentang tuhan atau kepercayaan. Pada dasar inilah aku selalu saja bertanya dan kepalaku serasa tak mau lagi untuk berhenti memikirkan jawaban-jawaban atas tanyaku ini.
Tentang apakah tuhanmu dan tuhanku berbeda. Ataukah kita memiliki keyakinan yang berbeda pula dalam memilih agama kita. Ataukan engkau adalah generasi islam kiri dan aku generasi kiri islam. Dan ataukah ada yang mengklaimnya sebagai islam militant dan sekuler atau islam kanan dan sebagainya. Kita telah terjebak dalam penjamaan tentang agama kita yang memiliki landasan Al-qur’an sebagai petunjuknya. Ataukah kita adalah generasi yang rapuh terhadap kepercayaaan.
Saya pikir hal ini adalah kevakuman pemahaman yang merajai pikiran kita dan akhirnya terkooptasi dengan metode pembicaraan para ulama ataupun para ustad. Bahkan para guru yang telah meberikan kita ajaran yang berbeda pula. Bukankan kita memiliki nalar yang berbeda. Maka kita harus juga mengakui bahwa perbedaan kita bukan hanya sebatas keyakinan akan tuhan akan tetapi kita telah berbeda dalam menerjemahkan hidup dan kehidupan kita masing-masing.
Dari gambaran-gambaran pemikiran tentang keyakinan ini kita telah melihat secara seksama kecenderungan generasi seperti kita ini menerjamahkan keyakinan kita hanya sebatas aplikasi pemikiran kritis tentang ketuhanan yang tak berujung solusi. Oleh karenanya jangan sampai sempit pemikiran kita berbatas dari semua wacana dan kuliah umum. Maka kita patut membentuk pemikiran kita yang jernih tentang suatu konsep ketuhanan yang hak dan hajib untuk persembahkan kedepan public.
Jangan Lupa Kunjungi Juga Blog Hairil Sadik
Posting Komentar