INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL

Jumat, 28 Maret 20140 komentar


Abstrak
Sejak memasuki era milenium perkembangan  dunia di bidang teknologi berjalan dengan akselerasi yang tinggi. Beberapa  negara-negara yang dulunya sejajar baik dibidang perekonomian maupun industri sekarang tertinggal  dengan negara lainnya. Kemajuan yang cepat disebabkan oleh penguasaan teknologi dengan baik sehingga mampu bersaing secara global. Penguasaan teknologi tidak terpisahkan  dari kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan kemampuan di bidang ekonomi sebagai penunjang. Untuk menunjang daya saing diperlukan identifikasi  dan internalisasi sikap kerja dalam mendorong daya saing bangsa.
Kata Kunci:  millennium, persaingan  global, teknologi


I.PENDAHULUAN
A.  Pengertian  dan Konsepsi Dasar Daya Saing
Pemahaman terhadap suatu istilah dengan berlandaskan ilmu pengetahuan dan sumber yang benar akan mengarahkan pemahaman yang benar terhadap istilah itu sendiri. Menurut (http://kamusbahasaindonesia.org.  diunduh Januari 2012),  daya saing, adalah kemampuan makhluk hidup untuk dapat tumbuh (berkembang) secara normal di antara makhluk hidup lainnya sebagai pesaing dalam satu habitat (dalam satu bidang usaha dan sebagainya)

Berdasarkan pemahaman  tersebut  pengertian daya saing dalam konteks kondisi kekinian menggambarkan kemampuan bangsa-bangsa  dalam menghadapi tantangan  dalam berbagai dimensi kehidupan.  Semakin tinggi kemampuan daya saing suatu bangsa, semakin unggul bangsa tersebut dalam menghadapi persaingan dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia  memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya dan dengan jumlah penduduk  nomor empat di dunia, sudah sepatutnya meningkatkan kemampuan di segala bidang untuk meningkatkan daya saing dengan bangsa-bangsa lainnya.

B. Pengertian persaingan
Berbeda dengan daya saing, istilah persaingan menurut yang dikutip dari  (http://kamusbahasaindonesia.org)  berarti usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yg dilakukan oleh perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi, persenjataan, dsb.  Makna persaingan bisa berarti positif dan bisa berarti negatif.
Persaingan dalam arti positif  menggambarkan keunggulan suatu individu, korporasi ataupun bangsa dengan memanfaatkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk menghasilkan sesuatu  sehingga  melebihi dari apa yang dapat dilakukan oleh individu, korporasi maupun bangsa lainnya. Artinya kemampuan yang digunakan tidak mengganggu tatatanan dari pesaingnya.

Sedangkan persaingan dalam arti negatif lebih cenderung untuk mencari kelemahan lawan dari pesaingnya  dengan berbagai cara yang tidak sportif sehingga lawannya mengalami kendala atau kegagalan dalam mencapai tujuannya. Persaingan dalam arti negatif merupakan keadaan yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Persaingan negatif dalam sebuah kompetisi selalu menunjukkan ketidaksiapan seseorang atau organisasi untuk menerima kekalahan dari saingannya dengan berbagai cara, dengan harapan kompetisi dapat diulang kembali agar dapat dimenangkannya.
Persaingan dalam bahasa asing (Inggris) adalah competition. Istilah asing  ini sudah diadopsi menjadi bahasa Indonesia dengan istilah kompetisi. Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Kompetisi dalam istilah biologi berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2).Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan. Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi ledakan populasi hewan yang berkompetisi.
Memahami Kompetisi sebagai persaingan harus dilakukan secara bijkasana. Walaupun dalam kenyataanya bahwa persaingan juga terjadi di ranah pemerintahan baik internal maupun ekternal, namun persaingan harus diarahkan untuk meningkatkan daya saing aparatur. Persaingan harus ditujukan kearah positif yang akan memicu peningkatan kemampuan baik individu maupun kelompok.
II.GLOBALISASI
  1. Pengertian Globalisasi
Perkembangan  teknologi  elektronik  dan satelit telah menghantarkan kondisi bangsa-bangsa di dunia  seperti bergerak dengan kecepatan tinggi dan tanpa batas. Informasi yang dua puluh tahun lalu memerlukan proses berhari-hari untuk sampai dari satu negara  ke negara lain, kini hanya memerlukan waktu beberapa menit atau mungkin hanya beberapa detik saja. Seakan- akan dunia ini hampir tidak memiliki batas, dunia seperti menciut, mengecil, jarak dan waktu menjadi  sangat pendek dan singkat. Keadaan  tersebut diistilahkan sebagai globalisasi. Pengertian Global menurut (http://kamusbahasaindonesia.org)  berarti (1) secara umum dan keseluruhan; secara bulat; secara garis besar; (2) bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh dunia.

Dengan menghubungkan kedua pengertian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena kompleks, yang meliputi berbagai macam kecenderungan dan tren di bidang ekonomi, social, budaya dan teknologi yang terjadi secara umum di seluruh dunia yang dapat melibatkan beberapa rangkaian kejadian dan penyebab kejadian  baik dalam waktu yang singkat maupun dalam waktu yang berkesinambungan. Beberapa contoh yang berkaitan dengan golbalisasi
1.    Prakarsa Indonesia untuk membentuk pasukan perdamaian negara-negara ASEAN yang didasari semangat untuk menciptakan stabilitas dan keamanan Asia Tenggara, kabarnya ditolak oleh Thailand, Singapore dan Filipina karena dinilai tidak sesuai dengan kepentingan Amerika Serikat. Untuk kongkretnya, bisa merugikan hubungan bilateral Amerika Serikat dalam bidang militer dan pertahanan dengan Filipina, Singapore dan Thailand.
2.    Dalam skema global kaum Hawkish di Washington, justru menekankan betul perlunya menggalang kekuatan militer yang efektif di kawasan Asia Tenggara untuk melawan RRC sebagai pesaing potensialnya di masa depan, maka prinsip non-blok dalam menciptakan sistem keamanan dan pertahanan di Asia Tenggara, dipandang oleh kaum Hawkish sebagai  gagasan dan  langkah strategis yang tidak menguntungkan skema hegemoni global Amerika.



  1. Perkembangan Globalisasi
Dalam era globalisasi sekarang ini semua bangsa akan dihadapkan pada berbagai macam tantangan yang serius dan amat mendasar, utamanya berkaitan dengan kompetisi yang berdimensi global. Kompetisi global tersebut mensyaratkan tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan keunggulan. Sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan keunggulan itu merupakan faktor determinan dalam persaingan antarbangsa. Dalam era globalisasi dapat dipastikan akan terjadi perubahan-perubahan mendasar di berbagai segi kehidupan yang gejalanya sudah mulai nampak dan telah dapat kita rasakan sekarang ini.

Perubahan lingkungan strategis yang ditandai oleh kecenderungan globalisasi yang berlangsung secara intensif, akseleratif, melanda semua bangsa di dunia. Proses globalisasi serupa itu dipacu oleh kemajuan di bidang teknologi informasi, transportasi, dan perdagangan bebas. Proses tersebut membawa dampak langsung terhadap berbagai bidang kehidupan, bukan saja ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik.

Karena globalisasi digerakkan oleh dua kekuatan utama yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing itu akan sangat bergantung pada (1) kemampuan kita untuk menguasai teknologi dengan basis ilmu pengetahuan yang kuat, dan (2) kemampuan kita dalam membangun kelembagaan ekonomi yang efisien.
Kedua hal tersebut secara imperatif menjadi faktor yang menentukan dalam usaha memenangkan kompetisi global. Dengan demikian, upaya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan agenda pembangunan di masa depan, yang teramat penting dan mendesak untuk mendapatkan prioritas. Globalisasi juga akan mengakibatkan perubahan dalam aspek sosial budaya. Pergaulan antarbangsa dalam era globalisasi ini menyebabkan terjadinya interaksi dan persentuhan nilai-nilai budaya di antara berbagai bangsa yang beraneka ragam yang tidak bisa dihindari. Melalui interaksi tersebut akan terbuka peluang untuk saling menyerap nilai-nilai budaya asing antara satu dengan yang lainnya, sehingga terjadi proses adaptasi nilai-nilai budaya yang dibawa oleh masing-masing bangsa.
Adaptasi budaya asing tersebut bisa bermakna negatif dan positif sekaligus. Ia akan bermakna negatif bilamana masyarakat Indonesia hanya menyerap nilai-nilai budaya asing yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri. Kecenderungan sikap materialistik, konsumeristik, hedonistik, individualistik, atau sekularistik adalah contoh yang negatif. Untuk menghadapinya, kita perlu memperkuat jati diri sebagai bangsa dan memperkukuh etika dan landasan moralitas masyarakat. Di pihak lain, adaptasi juga bisa bermakna positif bila mendorong masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengejar kemajuan. Misalnya etos kerja, semangat berkompetisi, sikap kemandirian, disiplin, penghargaan terhadap waktu dan sebagainya.
Dalam era globalisasi juga ada potensi melemahnya keutuhan negara terutama bagi negara-negara yang dibentuk atas dasar ikatan primordial seperti etnik dan agama. Bahkan John Naisbitt membuat sinyalemen bahwa masa depan negara-bangsa yang dibentuk atas dasar kesatuan berbagai macam etnik itu sangat mungkin akan memudar, mengalami disintegrasi, dan kemudian akan kembali kepada identitas primordial semula. Dalam bahasa Naisbitt, tribalisme itu akan berkembang ketika nasionalisme (baca: negara-bangsa) dianggap tidak penting lagi. Dalam konteks Indonesia, sebagai negara-bangsa yang sangat majemuk baik dari segi etnis, agama, budaya, dan adat istiadat, tentu saja masalah ini tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, semua elemen sosial yang ikut membentuk negara kesatuan RI dituntut untuk berupaya memperkuat dan mengukukuhkan keutuhan bangsa ini


III.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING
           
Banyak faktor-faktor yang  mempengaruhi daya saing baik antar individu, organisasi atau negara, antara lain: faktor  sumber daya alam, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya buatan, faktor letak strategis suatu tempat atau Negara, faktor ekonomi, dan sebagainya. Berikut ini akan kita bicarakan dua faktor  penting yang paling mempengaruhi daya saing bangsa-bangsa di dunia.

  1. Faktor Pendidikan (SDM)
Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pengalaman negara-negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura membuktikan kebenaran hal tersebut. Kelima negara yang disebut menandakan “Kebangkitan Ekonomi Asia” itu, telah berhasil mendorong kemajuan ekonomi mereka secara spektakuler dan mengagumkan. Tumpuan kemajuan mereka bukanlah kekayaan alam yang melimpah, melainkan pada kualitas sumber daya manusianya. (Kartasasmita, 1997)
Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Memberikan prioritas utama terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia, terutama harus difokuskan pada upaya memperkuat basis pendidikan. Hal ini penting, sebab investasi human capital niscaya akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Faktor keberhasilan dalam membangun basis pendidikan inilah, yang mengantarkan negara-negara di kawasan Asia Timur muncul menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat itu. Lompatan ekonomi itu digambarkan oleh Bank Dunia sebagai the East Asian Miracle - keajaiban negara-negara Asia Timur. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara amat mengesankan di negara-negara yang disebut “Macan Asia” itu, justru dikarenakan mereka berhasil dalam investasi human capital-nya. Sekarang ini kemampuan bersaing suatu negara tidak lagi semata-mata ditentukan oleh keunggulan komparatif yang didasarkan pada pemilikan sumber daya alam dan ketersediaan tenaga kerja murah, melainkan ditentukan oleh penguasaan teknologi, informasi, dan keahlian manajerial. (Kartasasmita, 1997). Bersamaan dengan itu harus disertai pula dengan kesiapan sumber daya manusia dan institusi-institusi pembangunan, untuk menyerap dan memanfaatkan iptek yang telah berkembang baik di dalam negeri sendiri maupun di negara lain. Peran iptek itu menjadi lebih penting lagi bila dikaitkan dengan proses industrialisasi. Kembali proses industrialisai itu mensyaratkan adanya SDM-SDM unggul yang menguasai iptek. Dalam hal ini, bangsa kita masih menghadapi masalah yang serius mengingat adanya ketidakseimbangan komposisi dalam disiplin sains dan teknologi dan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ketidakseimbangan tersebut cukup mencolok.

  1. Faktor  Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, globalisasi ditandai oleh perdagangan bebas yang makin tidak mengenal sekat-sekat negara dan melibatkan semua bangsa di dunia. Dalam suasana itu niscaya akan terjadi kompetisi yang amat ketat, tajam, dan cenderung saling mengalahkan antara satu bangsa terhadap bangsa lainnya. Dari segi kepentingan ekonomi, globalisasi itu menciptakan peluang pasar yang besar. Karena itu, semua bangsa berkepentingan untuk bisa memanfaatkan peluang pasar yang terbuka lebar tersebut.
Kalau kita perhatikan dan bandingkan dengan Negara-negara lain di dunia, Indonesia memiliki kekayaan alam yang hampir tak tertandingi. Flora dan fauna yang paling beragam ditambah sumber daya mineral, panas bumi  dan sumber energi fosil yang sangat banyak serta letak geografis yang sangat strategis. Hampir tidak ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk menyandang gelar sebagai Negara yang masih memiliki jumlah orang-orang miskin dan pengangguran yang cukup banyak.

Bagi bangsa Indonesia, permasalahan utamanya justru terletak pada kesiapan kita dalam memanfaatkan peluang dan memenangkan persaingan. Kunci keberhasilannya terletak pada daya saing bangsa. Seperti diterangkan sebelumnya bahwa globalisasi digerakkan oleh dua kekuatan utama yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing itu akan sangat bergantung pada kemampuan kita untuk menguasai teknologi dengan basis ilmu pengetahuan yang kuat, dan kemampuan kita dalam membangun kelembagaan ekonomi yang efisien.

IV. SIKAP KERJA DALAM MENDORONG DAYA SAING BANGSA
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan elemen kunci dalam proses pembangunan Negara-negara di dunia. Negara sebagai pelindung, pembina, pelayan dan mitra dengan masyarakat sipil dan sektor swasta, memiliki peran yang sangat besar  dalam upaya perdamaian, kebebasan yang bertanggungjawab, keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan.  Amanat dari pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:…………… untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa , dan ikut  melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,….. merupakan panduan arah bagi pembanggunan Indonesia seutuhnya. Sebagaimana amanat tersebut dan dalam menghadapi perkembangan globalisasi, PNS sebagai abdi Negara dan pelayan masyarakat harus memiliki sikap kerja  dalam mendorong daya saing bangsa.

  1. Identifikasi Sikap Kerja dalam Mendorong Daya Saing Bangsa
Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan meningkatkan daya saing bangsa proses pengelolaan sumber daya manusia menjadi hal yang begitu penting dalam mencapai peningkatan kinerja yang ditunjukan dengan kemampuan PNS untuk mencapai kinerja standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. Faktor-faktor penilaian kinerja meliputi, mutu kerja, yaitu tingkat ketelitian karyawan dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan, kuantitas kerja, yang diukur dari tingkat ketepatan PNS dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Ketangguhan, diukur dari tingkat kedisiplinan pegawai  dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan, dan sikap, diukur dari tingkat kemauan karyawan untuk bekerjasama dengan rekan kerja. Dengan demikian  organisai pemerintah yang umumnya dijalankan oleh PNS  harus memiliki kompetensi sebagai pegawai yang bermutu, teliti,  terukur dan transparan dalam menyelesaikan berbagai tugas kenegaraan.

  1. Internalisasi Sikap Kerja dalam Mendorong Daya Saing Bangsa
Secara epistimologi Internalisasi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam atau di dalam. Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
 Internalisasi sikap PNS dalam menghadapi persaingan di era globalisasi adalah dengan melakukan tugas secara profesional dalam melayani masyarakat mengikuti aturan dan norma yang berlaku dan yang telah ditetapkan. Aturan yang dimaksud  antara lain sebagaimana seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan PP Nomor 21 tahun 1975 tentang sumpah dan janji PNS dan PP Nomor 30 tahun 1980 tentang disipiln Pegawai Kewajiban dan Larangan Bagi bagi PNS yang terdiri dari 26 butir kewajiban dan 18 butir larangan.
Sebagai abdi Negara dan pelayan masyarakat, PNS memiliki tanggungjawab  dalam sistem penyelengaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 43 Tahun 2000:


1.    Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Negara dan Pemerintah;
2.    Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,
3.    Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadarya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab
4.    Menyimpan rahasia jabatan
       
  1. Sikap kerja dalam mendorong daya saing bangsa
Sikap kerja merupakan implementasi dari budaya kerja. Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja (Gering Supriyadi, 2011). Budaya kerja adalah cermin dari sikap kerja para pekerja dalam mentaati aturan-aturan organisasi yang telah ditetapkan.
Dalam menghadapi era globalisasi  beberapa sikap kerja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan penerapan budaya kerja yang baik. Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Salah satu indikator utama untuk memastikan bahwa manfaat dari globalisasi yang tersebar merata dalam sebuah negara adalah tata pemerintahan yang baik, termasuk administrasi publik yang efisien dan efektif. Hal ini tercermin dalam sikap kerja yang dilakukan sehari-hari.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja dalam membentuk sikap kerja yang baik, antara lain:
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll
Dengan menerapkan sikap kerja yang dapat mendorong daya saing bangsa PNS diharapkan akan mampu melaksanakan aktifitas pelayanan dan pengabdian kepada bangsa dan negara secara secara baik dan benar serta mampu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi era globalisai sekarang ini dan diwaktu yang akan datang.

V. Penutup
Indonesia dalam menghadapi persaingan global menghadapi  berbagai tantangan percepatan kemajuan teknologi. Kemampuan dalam menghadapi persoalan  tersebut sangat dipengaruhi oleh penguasaan sumber daya manusia dalam hal  teknologi yang ditunjang oleh kemampuan ekonomi negara. Untuk mendorong daya saing bangsa diperlukan identifikasi, internalisasi dan sikap kerja dalam mengahadapi persaingan bangsa. Beberapa sikap kerja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing bangsa adalah dengan penerapan budaya kerja yang baik. Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.

DAFTAR  PUSTAKA

Albrecht, Karl, (1985), Pengembangan Organisasi (Terjemahan), Bandung : Angkasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaa 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
Kartasasmita, Membangun SDM Menghadapi Persaingan Antarbangsa Memasuki Abad Ke-21: Harapan pada HMI disampaikan pada HUT Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-50, makalah. (1997)., Jakarta.



Penulis : Ibrahim Hamid, Widyaiswara Muda, Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatra  Selatan
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Gemapadi Fekon - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger